Saturday, September 26, 2015

Setiap Kita Adalah Mantan Bagi Orang Lain

Kadang banyak yang nggak sadar kalo setiap kita adalah mantan bagi orang lain. Kecuali kalo kita belum pernah pacaran sama sekali. Udah nggak asing lagi kalo banyak dari kita suka mejelekkan mantan (hayo ngaku!), padahal (sekali lagi) kita sendiri adalah mantan bagi orang lain. 

Kata mantan terkadang sungguh fragile artinya bagi sebagian orang. Kadang ada yang langsung pengen muntah pelangi ketika menyebut kata mantan, kadang ada juga yang langsung baper teringat kisah masa lalu, kadang ada yang belum juga move on (mungkin jenis orang seperti ini musti belajar dari Aurel Hermansyah circa 2012) dan ada juga yang suka ngomongin mantan karena baginya mantan itu biasa saja; bukan hal yang musti dimuntahin atau di baper-in atau ditangisi atau di jorogin ke kolam ikan julung-julung.

Ada hal yang cukup menggelitik pikiran saya tentang mantan belakang ini (tulisan ini dibuat bukan untuk mengenang mantan saya, red). Beberapa waktu yang lalu, saya pergi makan sore (karena sudah lewat jam makan siang dan belum juga menjelang makan malam) di sebuah Food Court. Saya bertemu dengan dua orang teman. Saya lupa bridging awalnya sampai tiba-tiba dua orang teman saya ini mengangkat topik mantan.

Kami bertiga setuju dengan statement "it's okay to be in a relationship with your ex's bestfriend". Kenapa mereka mendukung statement ini? Baru-baru ini, teman kami berada di posisi statement tersebut. Kalo dipikir-pikir, sepertinya terjadi ke-awkward-an yang super duper mega lebay adanya. Mungkin hal ini hanya terjadi di awal. Tapi nyatanya mereka semua masih menjalin pertemanan dengan rukun dan damai. Berdasarkan pengakuan salah satu teman kami, mereka memang merasa awkward di awal. Kemudian, yasudah. Semua berjalan biasa saja dengan apa adanya. Why? They simply don't give a shit dan sama-sama sudah dewasa. Toh udah nggak ada hubungan apa-apa lagi diantara para mantan tersebut.

Bagi saya, sesungguhnya, ini bukan hal baru. Karena saya sudah pernah melihat secara langsung (bahkan proses dimulainya) circumstances seperti ini saat saya masih SMA. Bahkan waktu kuliah pun hal ini kejadian lagi. 

Kemudian, saya dan kedua teman saya ini pun membahas lebih lanjut. Kami menganggap bahwa tidak ada hal yang salah dari keadaan seperti ini. All is fair in love and war. Witing tresno jalaran seko kulino. 

Justru (menurut kami) pelakunya itu sendiri yang terkadang membuat rumit. Ada yang melawan perasaannya sendiri dan ada yang sok tegar gak pengen ada di situasi seperti ini padahal sebenernya mah mau banget. Bagi kami orang luar yang melihat, sesungguhnya kami tidak terlalu peduli. Toh yang menjalani adalah mereka-mereka yang ada di dalam situasi tersebut. 

Kesimpulannya adalah, it's okay to be in this circumstances. Silahkan menjalani bagi yang menunaikan. Kami sebagai penonton hanya menerima insight dari kegiatan ini. Hahahaha. Ya begitulah. 

Sekali lagi, setiap kita adalah mantan bagi orang lain. Gak perlu nge-judge bla bla bla. Santay aja, Bro! 

Wednesday, September 9, 2015

Saya dan Mereka



Ngomong-ngomong soal Superman Is Dead, bisa dibilang saya tumbuh besar dengan lagu-lagu band ini. Saya punya semua rilisan fisik keluaran major label (kecuali album terakhir versi digital) dan album Bad, Bad, Bad. Pertama dengar nama band ini waktu saya masih kelas 3 SMP. Waktu itu sudah ada majalah yang membahas profil band ini.

Beranjak SMA, terbitlah album Kuta Rock City. Tak perlu waktu lama untuk membuat saya hafal semua lagu di album ini. Saya punya CD dan kasetnya. Sampai-sampai, saking seringnya di putar, CD tersebut scratch dan track 'Musuh Sahabat' tidak bisa saya nikmati lagi dengan jelas. Selain itu, saya pun rajin membeli majalah-majalah yang memuat profil dan info-info terkini mengenai SID,  juga rajin nongkrongin MTV yang menjadikan SID sebagai exclusive artist of the month.Sampai ahirnya saya berhasil untuk menyaksikan live performance mereka secara langsung di acara MTV threesome. Seiring berjalannya waktu, saya rajin browsing-browsing di internet juga rajin beli-beli majalah. Tidak banyak teman semasa SMA saya menyukai SID, terlalu keras (musiknya) katanya. Jadilah saya tidak punya teman untuk berdiskusi.

Sampai saya beranjak kuliah di Singapura, saya membawa album Black Market Love dan beberapa majalah yang memuat profil SID. Setelah selang beberapa tahun, terbitlah album Angels & The Outsiders. Sampai dua tahun setelah album tersebut rilis, Green Day mengadakan konser di Singapura. (Hubungannya adalah?). Di hari Green Day konser, SID menggelar gig di sebuah bar  di daerah Clarke Quay. Nama barnya Yello Jello. Sebelum berangkat konser, yang saya pastikan berada di dalam tas adalah tiket konser Green Day dan Cd Angels & The Outsiders. Selesai konser dari Kallang Indoor Stadium, saya naik bis nomor 54 ke Clarke Quay. 

Sesampainya disana suasana sudah lumayan ramai, tapi sepertinya SID belum tiba di venue. Mungkin mereka habis nonton Green Day juga, pikir saya waktu itu. Kira-kira hampir satu jam menunggu, acara pun dimulai. Sangat intim. Tidak ada adegan dorong-dorongan. Bahkan saya hanya berjarak dua jengkal dengan Eka Rock. 

Beres acara, saya berkesempatan foto bareng personil SID dan meminta untuk melegalisir CD Angels & Outsiders saya. Kemudian acara malam itu saya tuliskan di web yang dioersembahkan oleh para mahasiswa Indonesia di Singapura. Website sempat down beberapa saat karena membludaknya pengunjung. Hal itu terjadi karena Jerinx me-retweet link dari saya. 

Satu tahun setelahnya, saya kembali ke Jakarta dan bekerja di sebuah perusahan media yang masih satu grup dengan majalah yang namanya sering disebut di buku Bio SID 20th. Tiga tahun saya bekerja disana dan selalu berharap untuk bertemu SID entah di kantin atau studio belakang. Tapi nasib saya kurang mujur, saya tidak pernah bertemu mereka di kantor, yang saya temui hanyalah Setia band. 
Dan berbicara mengenai buku biografi ini, saya rasanya seperti membaca majalah yang saya baca di tahun 2003. Beberapa kejadian yang dituliskan dalam buku tersebut, saya alami dan menyimak cerita itu pada masanya.Ya.. seperti yag tadi saya tuliskan diatas. Saya tidak butuh waktu yang lama untuk membaca buku ini, begitu buku pesanan saya datang, langsung saya baca habis. Walaupun saya sudah ngantuk karena saya mbak-mbak kantoran yang sudah grabak-grubuk dari pagi. Tapi saya tidak bisa berhenti membaca buku ini sampai habis. Dan tidak lupa say amemotretnya dengan niat, komplit beserta kembang sebagai properti agar kekinian sedikit.

Ada dua bagian yang secara pribadi saya suka dalam buku ini. Pertama pada bagian yang menceritakan watak Jerinx yang mudah meledak-ledak kemudian akan meminta maaf jika dirasa perlu. Ketika saya membaca tulisan ini, hanya berbeda satu hari setelah Jerinx upload foto di instagram mengenai band-band dan acara Soundrenaline. Setelahnya, Jerinx pun menunggah foto lagi di Instagram yang berisi permintaan maaf atas postingan sebelumnya. Kedua, cerita tentang sifat Bobby yang sulit tersinggung, selalu cool dan berkepala dingin. Saya hanya berkomentar dalam hati; Virgo banget!

Rasanya saya masih belum puas membaca bukut tersebut. Seperti masih ingin membaca hal-hal lainnya yang belum diceritakan. Hahahaha! Yah semoga sekuel buku ini cepat keluar. Dan semoga saya bisa duduk satu meja dan minum bir dingin bersama para personil SID. Amin.


Selamat siang, salam olahraga.


Cheers.

Friday, September 4, 2015

Pesan Singkat Dini Hari Mengenai Senja

Seorang kawan lama mengirim pesan singkat tepat pada pukul sepuluh malam.

"Terima kasih ya infonya"

Sepertinya dia baru saja membaca info yang diberikan mengenai sayembara puisi. Seorang kawan lama. Seorang penulis yang cukup filosofis. Hobinya menghirup aroma kopi yang baru di seduh dan membiarkannya hingga agak dingin baru kemudian di minum perlahan.

Pesan singkat itu pun kemudian dibalas.

"Apa kabar? Sudah lama kita tidak ngobrol panjang dan berbicara tentang senja"


Lama sekali tak ada balasan.Hingga ahirnya sekitar pukul dua dini hari, munculah rentetan pesan singkat. Jawaban dari pertanyaan sebelumnya.

"Kehidupan biasa saja. Setiap hari jatuh cinta saja"

"Senja, ya?"

"Tetap indah, bukan?"

"Selalu begitu"

Beberapa jam kemudian, tepat sebelum matahari terbit pesan tersebut dibalas.

"Bagaimana jika kita mengobrol panjang lebar sambil menikmati senja yang indah di kala senja?"


Kemudian pesan terahir itu pun tak terbalaskan.